welcome ...just an ordinary blog

Jumat, 26 November 2010

Menyapu Antariksa (sampah ruang angkasa)



Ketika umumnya ilmuwan NASA mengkhawatirkan cara membawa para astronaut ke ruang angkasa atau mengirimkan roket penyelidik antar planet ke Pluto, Nicholas Johnson memikirkan sebuah mimpi buruk yang disebut sindrom Kessler, dinamakan menurut nama ilmuwan NASA pertama kali mengutarakan “mimpi” tersebut pada tahun 1970-an, Donald Kessler.

Mimpi buruk bermula ketika orbit semakin dipadati sampah antariksa. Sampah itu tercipta ketika misalnya dua perangkat raksasa – satelit atau roket pendorong yang kehabisan tenaga – bertabrakan dengan kecepatan melebihi 32.817 kilometer perjam, saling menghancurkan hingga menjadi kepingan kepingan kecil. Lalu satu kepingan membentur wahana antariksa lain, menciptakan ratusan kepingan lain yang lebih kecil lagi – dan seterusnya dalam reaksi berantai yang berujung pada semakin banyaknya puing di sabuk sekitar atmosfer bumi. Akibatnya, ruang angkasa tidak aman untuk dilintasi . Secara lengkapnya, komposisi sampah antariksa berupa:

* 17 % berupa bagian badan roket
* 19 % berupa sampah terkait aktivitas misi di antariksa
* 22 % berupa pesawat antariksa atau satelit yang tidak berfungsi
* 42 % berupa pecahan-pecahan atau sisa komponen (bahan bakar, baterai,cat yg mengelupas)
* 11.000 obyek berukuran lebih dari 10 cm
* 100.000 obyek berukuran antara 1-10 cm


Namun, sampai tahun lalu, kata Johnson yang ilmuwan kepala pada Program  Sampah Obit NASA, bahaya sampah antariksa masih sebatas teori. Tapi, pada 10 februari 2009, seluruh dunia menyaksikan sendiri tabrakan dahsyat berkecepatan supertinggi yang pertama. Sateli komunikasi Iridium menabrak satelit milik Rusia yang sudah tidak berfungsi pada ketinggian 804 kilometer di atas Siberia, menambahkan sekitar 2000 kepingan besar ke awan puing yang mengitari Bumi.
Mantan astronot sekaligus ahli luar angkasa Kevin Chilton menyebutkan, AS telah mencatat ada lebih dari 15.000 jenis sampah yang saat ini terapung di luar angkasa. "Jumlah sampah ini diperkirakan masih akan bertambah hingga 50.000 dalam waktu yang relatif singkat. Jika terus dibiarkan, luar angkasa akan semakin penuh sampah dan tidak memungkinkan manusia atau pesawat luar angkasa untuk pergi kesana," kata Chilton seperti dikutip dari Reuters, Jumat (29/1/2010).
Dalam 54 kali misi penerbangan tercatat bahwa sampah antariksa dan meteoroid menabrak jendela pesawat hingga 1.634 kali sehingga mengharuskan 92 kali melakukan penggantian kaca jendela. Pernah juga terjadi 317 kali benturan terhadap radiator pesawat sehingga mengharuskan 53 kali penggantian, demikian yang dilansir dari Gizmag.com, Selasa (28/4/2009).

Sabuk Van Allen adalah suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita




Orbit dekat yang Bumi dipadati sampah benda langit buatan manusia.

Pada tahun 2007, PBB merekomendasikan beberapa tindakan pencegahan praktis, seperti mengosongkan propelan dari roket pendorong bekas untuk mencegah terjadinya ledakan, atau tidak menggunakan satelit – satelit tua sebagai target latihan rudal – yang secara kebetulan, sudah dilakukan oleh China sebelumnya pada tahun itu.
Bagaimanapun pedoman pedoman tersebut tidak dapat mencegah tabrakan yang tak disengaja. Apalagi, tidak semua pesawat antariksa dapat menghindari peluru “supercepat”.
“Skema pembersihan,” kata Johnson, “ternyata merupakan tindakan yang sangat, sangat sulit dilakukan”. Para peneliti pernah membahas beberapa cara untuk mengatasi sampah antariksa. Antara lain, kawat panjang penghantar listrik yang ditempelkan pada sebuah satelit mati atau potongan puing antariksa besar lainnya, menambatkan sampah tersebut ke medan magnetic Bumi lalu ,menyeretnya ke atmosfer, tempat sampah-sampah itu akan terbakar. Sebuah satelit pengumpul, semacam truk raksasa pengangkut sampah anatriksa, dapat menciduk puing puing tersebut menariknya ke bawah dekat atmosfir, dan melepaskannya ke “jalur spiral maut” agar terbakar. Begitu pula dengan sebuah pendekatan yang lebih pasif – bola busa raksasa seperti jarring laba laba, menyapu puing  puing. Busa tersebut sebenarnya hanya mengurangi kecepatan lontaran sehingga puing puing akan terpilin ke dalam atmosfer. “Tentu saja,” kata Johnson mengakui, “meluncurkan bola Nerf sebesar 1,6 kilometer itu sulit.
 
Sedangkan, dua ilmuwan Eropa, Max Cerf dan Brice Santerre berniat membersihkan sampah luar angkasa dengan menciptakan alat pengangkut sampah angkasa bernama aerobrake. Aerobrake adalah sebuah layar besar yang digunakan untuk mengumpulkan sampah angkasa dan membawanya pulang kembali ke bumi.
Benda ini menyaring dan mengumpulkan sampah luar angkasa yang mengitari bumi. Cara kerja aerobrake adalah dengan menimbulkan gesekan dengan lapisan atmosfir. terjadinya gesekan tersebut nantinya akan membakar habis sampah yang terjaring hingga 25 tahun.
Aerobrake kini sedang dalam pengembangan tahap akhir dan akan diluncurkan dalam misi Ariane 5. Luas layar adalah 350 meter persegi dan memiliki tiang berbahan polimer dan alumunium berisi gas nitrogen dengan panjang 12 meter.
Tahun lalu, gabungan perusahaan Kayser-Threde dari Jerman, Sener dari Spanyol dan korporasi angkasa luar Swedia bersama-sama mengembangkan robot pintar penyapu sampah luar angkasa yang diberi nama SMART-OLEV. Saat ini pelanggan kakapnya juga sudah diperoleh, yakni perusahaan telekomunikasi raksasa Eropa-Eutelsat. Dalam waktu satu tahun mendatang, robot pintar pengumpul sampah SMART-OLEV akan diluncurkan ke ruang angkasa. Tugasnya adalah mengambil alih kendali dan navigasi sebuah satelit milik Eutelsat yang melenceng dari jalur orbitnya di atas Bumi. Robot akan menghidupkan motor pendorong satelit, untuk menempatkannya di posisi orbit baru sekitar 30 kilometer lebih tinggi, dan dengan begitu memperpanjang masa operasi satelit. Artinya, terciptanya sampah baru di luar angkasa juga dapat dicegah.
Robot pintar tidak berawak itu, juga bisa sampai lima kali melakukan tugasnya, bergabung dan melepaskan diri lagi dari sebuat obyek. Dengan begitu setelah selesai bertugas di sebuah satelit, robotnya bisa diarahkan ke satelit lainnya yang harus ditangani. Tentu saja jika persyaratan keselamatannya terjamin. Sebab sebuah pecahan benda langit bergerak dengan kecepatan rata-rata tujuh kilometer per detik, atau beberapa kali lebih cepat dari kecepatan peluru yang ditembakkan dari larasnya.
Juga pusat penerbangan dan antariksa Jerman-DLR saat ini sedang melakukan ujicoba robot serupa dengan Smart OLEV yang diberi nama DEOS. Robot penangkap satelit ini dirancang beroperasi di kawasan orbiter dekat Bumi. Prinsipnya juga sama, yakni robot DEOS menangkap satelit yang akan diaktivkan kembali atau dipindahkan ke kawasan orbiter yang lebih tinggi. Ujicoba di laboratorium DLR di München menunjukkan, metode yang dikembangkan di Jerman cukup handal untuk menanggulangi sampah benda langit berukuran cukup besar.
Namun Carsten Wiedeman dari institut penerbangan dan antariksa Universitas Braunschweig menegaskan, pembersihan sampah di luar angkasa adalah kerja keras yang tidak akan tuntas dalam waktu dekat. Weidemann mengungkapkan lebih lanjut : “Hal ini tentu saja masalah besar, karena itu dari sekarang kita harus menjelaskan kepada para politisi dan industri, bahwa pencegahannya harus segera dimulai. Tidak dapat dihindarkan, satu hari nanti kita harus mengerjakan hal tsb. Sebab bisa saja dalam dekade atau abad mendatang, sampah luar angkasa di orbit dekat Bumi memicu reaksi berantai, yang merusak satelit yang sudah tidak berfungsi maupun yang masih aktif. Ledakan yang dipicu reaksi ini, memproduksi sampah luar angkasa lebih banyak lagi dan memicu efek seperti longsoran salju.“